Targetkan Inflasi Capai 4 Persen di Tahun 2017



( 2016-08-16 12:58:40 )

Pertumbuhan inflasi pada tahun depan diprediksi berada di kisaran 4 persen. Jumlah tersebut merupakan yang paling rendah dari yang ditargetkan pemerintah pada tahun ini sebesar 4,7 persen.
Menguatnya konektivitas nasional diharapkan dapat menciptakan efisiensi sistem logistik nasional sehingga hal ini bisa mendorong terciptanya stabilitas harga komoditas.
"Sebagai komitmen terkait pengendalian inflasi, pemerintah telah menyiapkan dana cadangan untuk menjaga ketahanan pangan dan juga stabilisasi harga," tutur Presiden Jokowi ketika Pidato Nota Keuangan di Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Alokasi dana tersebut akan digunakan antara lain untuk kebijakan subsidi pangan, program ketahanan pangan seperti mengadakan operasi pasar, serta menyediakan beras untuk rakyat miskin.
Pada awal pidato, Jokowi menyebutkan inflasi yang berdampak pada tingkat kesejahteraan rakyat, masih dapat terkendali pada tahun ini. Pertumbuhan inflasi pada Juli 2016 dibanding dengan bulan yang sama di 2015, tercatat sebesar 3,21 persen.
Sehingga inflasi kumulatif pada bulan Januari hingga Juli 2016 capai sebesar 1,76 persen. Realisasi inflasi di bulan Juli tahun ini merupakan angka paling rendah dalam 5 tahun terakhir.
Parameter kesejahteraan sosial Indonesia dua tahun terakhir ini juga terus memperlihatkan adanya peningkatan. Dari data bulan Maret tahun 2016 memperlihatkan tingkat kemiskinan telah berhasil ditekan sampai 10,86 persen. Tingkat ketimpangan yang ditunjukkan oleh gini ratio juga berhasil dikurangi hingga 0,40 persen.
Tingkat pengangguran juga berhasil dikurangi menjadi 5,5 persen. Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia yang memperlihatkan akses masyarakat terhadap sumber ekonomi, pendidikan, dan kesehatan terus terus alami perkembangan hingga mencapai angka 69,55 pada tahun 2015.
"Namun demikian, juga perlu disadari kalau kita masih akan menghadapi tantangan-tantangan yang berat ke depan. Belum stabilnya perekonomian global dan beberapa negara mitra dagang utama, yang diiringi dengan rendahnya harga komoditas, menjadi risiko yang bisa mengganggu kinerja perekonomian nasional.
Selain itu, negara-negara maju juga tengah bersiap menghadapi tantangan pemulihan ekonomi. Sehingga masih terdapat ketidakpastian kebijakan keuangan, termasuk dengan sebagian negara yang menerapkan kebijakan penggelontoran likuiditas.