Minyak Dunia Jatuh, Ekspor BBM China Melonjak



( 2016-08-22 10:48:04 )

Harga minyak dunia pada perdagangan hari ini di awal pekan jatuh lebih rendah, ketika analis meragukan pembicaraan antara produsen-produsen minyak dunia dalam mengendalikan kelebihan pasokan diragukan akan mencapai kesepakatan. Harga minyak Brent diprediksi akan jatuh kembali di bawah level USD50 per barel pada Agustus ini atau lebih dari 20%.

Sementara itu di lansir Reuters, Senin (22/8/2016) ekspor produk olahan bahan bakar minyak (BBM) China melonjak untuk memberikan tekanan kepada harga minyak. Ekspor China pada bulan Juli tercatat untuk diesel dan bensin meningkat 181,8% dan 145,2% untuk masing-masing dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu. Diesel mencapai 1,53 juta ton sedangkan bensin sebesar 970.000 ton untuk menempatkan tekanan kepada produk olahan.

Pada perdagangan hari ini harga minyak berjangka Brent berada di level USD50,37 per barel pada pukul 00.57 GMT atau mengalami penurunan 51 sen dengan kisaran 1%. Di sisi lain minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) menyusut 29 sen atau 0,6% ke level USD48,23 per barel.

Para analis meragukan harga minyak akan reli saat mengantisipasi hasil pembicaraan antar produsen minyak dunia pada September mendatang, untuk membahas pembatasan pasokan. Data nampaknya mengkonfirmasi padangan kami bahwa minyak akan naik secara teknis dan posisi fundamental. Faktanya pembeli baru telah muncul selama beberapa bulan, ungkap Bank AS Morgan Stanley.

Mengenai pembicaraan para produsen, bank menilai bahwa perjanjian kemungkinan besar tidak akan tercapai karena terlalu banyak faktor dan tantangan logistik untuk mencapai kesepakatan. Sebagai informasi Anggota Organisasi Negara pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen minyak lain seperti Rusia akan menggelar pertemuan pada September nanti.

Tapi analis mengatakan permusuhan antara OPEC Saudi Arabia dan Iran membuat kesepakatan tidak mungkin tercapai. “Meskipun Iran saat ini memproduksi sekitar 200.000 barel per hari setelah pencabutan sanksi. Kita tidak melihatnya ada tanda pembatasan produksi dan tampaknya Arab Saudi juga tidak akan mengambil bagian, ungkap Bank Barclays.