Jasa Keuangan di Indonesia dalam Kondisi Baik dan Stabil



( 2016-09-15 03:14:14 )

Sebagaimana diketahui, pasar keuangan dunia pada Agustus 2016 bergerak variatif. Pergerakan global ini turut dipengaruhi ketidakpastian pemulihan ekonomi global serta sentimen The Fed di akhir bulan, terkait rencana kenaikan suku bunga (Fed Rate).

Meskipun begitu, menurut Plt. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB, Slamet Edy Purnomo, mayoritas nilai tukar di emerging market masih menguat. "Hal ini ditopang oleh penguatan harga minyak dan komoditas, ucapnya di Jakarta, Rabu (14/9/2016).

Sementara, sentimen kenaikan Fed Rate memiliki pengaruh yang relatif terbatas pada pasar saham global. Sehingga mayoritas pasar saham global masih mengalami penguatan di bulan Agustus 2016.

Adapun pasar saham domestik terpantau menguat. Penguatan pasar saham merupakan imbas dari sentimen tax amnesty dan reshuffle kabinet pada bulan Juli 2016.

Menurut Edy, jika dibandingkan bulan sebelumnya, IHSG tumbuh sebesar 3,26% dengan investor nonresiden yang mencatat net buy signifikan di pasar saham sebesar Rp12,9 triliun. Pasar saham sempat menembus level 5.461,45 pada Kamis (18/8) yang merupakan level tertinggi sejak Mei 2015.

Selama dua minggu terakhir, pasar mulai mengalami koreksi dan ditutup pada level 5.386, antara lain disebabkan aksi portfolio rebalancing oleh investor. Sedangkan Pasar Surat Berharga Negara (SBN) terpantau melemah tipis. Yield SBN pada bulan Agustus 2016 meningkat rata-rata sebesar 7 basis points.

Namun, lanjut dia, dalam periode tersebut investor nonresiden masih mencatat net buy di pasar SBN sebesar Rp9,06 triliun. Dan fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) menunjukkan pelambatan. Pertumbuhan kredit perbankan per Juli 2016 tercatat sebesar 7,74% yoy atau turun dari pertumbuhan kredit pada Juni 2016 di level 8,89% (yoy), ucapnya.

Intermediasi perusahaan pembiayaan juga terpantau melambat. Pertumbuhan piutang pembiayaan per Juli 2016 melambat menjadi 0,36% yoy dibanding pertumbuhan Juni 2016 sebesar 0,81% (yoy). Sedangkan risiko kredit LJK juga menunjukkan peningkatan tetapi masih pada tingkat yang terkelola baik.

Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) juga tercatat sebesar 3,18% meningkat dibanding posisi Juni sebesar 3,05% dan NPF per Juli 2016 sebesar 2,23% dibanding posisi Juni 2,20%. Sedangkan likuiditas dan permodalan LJK masih berada pada level yang baik.

Menurut dia, alat likuid yang dimiliki oleh perbankan dalam kondisi memadai untuk membiayai ekspansi kredit. Aset likuid terhadap DPK pada Juli sebesar 19,17% lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya 15,97%.

Sementara tingkat loan to deposit ratio (LDR) pada Juli mencapai 90,18% turun dibanding posisi Juni 91,19%. Dari sisi permodalan, ketahanan lembaga jasa keuangan domestik secara umum berada pada level yang sangat mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko.

Sementara itu, Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan berada pada level yang cukup tinggi sebesar 23,19% per Juli 2016. Di industri perasuransian, imbuh dia, Risk-Based Capital (RBC) Juli 2016, berada pada level 524% untuk asuransi jiwa dan 269% untuk asuransi umum, jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku.

Kedepan, OJK akan terus memantau perkembangan profil risiko lembaga jasa keuangan serta menyiapkan berbagai langkah yang diperlukan untuk memitigasi kemungkinan peningkatan risiko di sektor jasa keuangan, khususnya risiko kredit. Koordinasi dengan pihak-pihak terkait juga terus diperkuat.

OJK melihat bahwa kondisi likuiditas dan permodalan LJK yang cukup baik perlu dioptimalisasi untuk mendukung penguatan fungsi intermediasi dan membalikkan tren kenaikan NPL, tandasnya.