Jatam Tolak Longgarkan Ekspor Mineral PT. Freeport



( 2016-10-11 07:30:31 )

Rencana Plt Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan yang akan meberikan kelonggaran ekspor mineral mentah kepada PT Freeport Indonesia dan perusahaan tambang lainnya, ditentang beberapa kalangan masyarakat. Salah satunya, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

Mereka menilai rencana Luhut tersebut bukti bahwa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (JK) terlalu berpihak kepada perusahaan tambang dalam hal ini Freeport. Terbukti, perpanjangan ekspor mineral mentah rencananya akan dilonggarkan Luhut selama lima tahun ke depan.

Padahal, menteri ESDM sebelumnya yakni Sudirman Said sempat menyatakan sebelum lengser bahwa perpanjangan ekspor hanya boleh dlakukan hingga 1 Januari 2017.

Ini sebetulnya bentuk negonya pemerintah Jokowi-JK terhadap para pengeruk tambang. Ketika Luhut akan melakukan revisi PP Nomor 1 tahun 2014, ada kecenderungan rezim pemerintahan ini berpihak ke perusahaan tambang yakni Freeport. Karena kontrak karya habis 2021, kata Kepala Kampanye Jatam Melky Nahar di kantor Walhi, Jakarta, Selasa (11/10/2016).

Dia menjelaskan, dalam beberapa kesempatan, pemimpin Freeport pernah menyampaikan ada kecenderungan izin konsentrat diperpajang. Menurutnya, yang menjadi acuan penting yakni, Freeport selama izin tersebut diperpanjang, pasti bakal mengurus IUP.

Mereka menggunakan rentang waktu perpanjangan tersebut untuk mengurus IUP. Ketika tidak selesai, mereka akan minta perpanjangan lagi, mau sampai kapan? ucap Melky.

Sebetulnya, lanjut dia, rangkaian pelanggaran atas UU Minerba dimulai sejak terbitnya Permen ESDM No 20/2013 yang memberikan waktu bagi IUP untuk melakukan ekspor mineral metah secara bersyarat hingga 12 Januari 2014. Lalu, dilanjutkan dengan terbitnya PP No 1/2014 dan Permen ESDM No 1/2014 yang memberikan kelonggaran ekspor mineral konsentrat hingga tahun depan‎.

Kemudian, penerbitan Permen ESDM No 11/2014 yang memberikan toleransi pelonggaran ekspor melalui presetase progres pembangunan smelter, dimana salah satu syaratnya bagi perusahaan untuk mendapatkan rekomedasi izin ekspor adalah progres pembangunan smelter hingga 60%.

Terakhir, pemerintah menerbitkan Permen ESDM No 5/2016 yang menghapus ketentuan syarat progres pembangunan smelter untuk dapatkan perpanjangan ekspor mineral. Terbitnya ketentuan ini, bertepatan dengan pengajuan perpanjangan ekspor konsetrat oleh PT Freeport Indonesia yang progres smelternya hanya mencapai 14%.

Rangkaian kebijakan pelonggaran tersebut menjadikan PT Freeport Indonesia mendapatkan kuota ekspor 4,55 juta ton konsentrat. Dari 4,55 juta ton konsentrat ini, Freeport memproduksi 1.016 juta pon tembaga dan 1.663.000 troy ons emas, dengan total uang mencapai USD256 miliar atau Rp3.328 triliun atau setara dengan dua kali APBN Indonesia, tuntas Melky.