Revisi UU Migas Akan Perkuat Posisi Pertamina



( 2016-11-22 08:14:08 )

Revisi Undang-undang (UU) minyak dan gas bumi (Migas) yang saat ini tengah dibahas DPR, didorong agar memperkuat posisi Pertamina sebagai National Oil Company (NOC). Pasalnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dimana 100% sahamnya dimiliki negara, Pertamina merupakan representasi negara dalam penguasaan dan pengusahaan lahan Migas.

Untuk itu, revisi UU Migas juga harus memberikan privilege kepada Pertamina. Privilege itu meliputi, pemberian hak utama dalam penawaran lahan Migas yang baru (new block offered), hak untuk mengakuisisi partisipasi interest (existing contract) dan hak mengelola lahan yang kontraknya sudah berakhir (expiring contract), kata Mantan Anggota Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi dalam diskusi bertajuk Krisis Energi, Mafia Migas, dan Revisi UU Migas di Jakarta, Selasa (22/11/2016).

Terkait penguatan Pertamina pula, dia juga mendesak agar RUU Migas segera mengubah kelembagaan SKK Migas, agar lebih sesuai dengan amanah konstitusi UUD 1945 dan Keputusan MK. Dan untuk mendukung penguatan tersebut, maka opsi yang tepat adalah dengan skema dua kaki, yakni menyerahkan fungsi dan kewenangan SKK Migas kepada Pertamina.

Kalau tujuannya untuk memperkuat posisi Pertamina, BUMN yang 100% sahamnya dikuasai negara, sebagai representasi Negara dalam pemanfaatan sumber daya migas bagi sebesarnya kemakmuran rakyat, maka opsi dua kaki yang lebih tepat, jelasnya.

Menurutnya, opsi dua kaki memiliki beberapa kelebihan, antara lain pertama, Pertamina menjadi tulang punggung (backbone) Negara dalam mengemban fungsi pengelolaan sumber daya alam migas. Poin kedua adalah Pertamina pengemban utama privilege yang diberikan Pemerintah di sisi upstream.

Selanjutnya ketiga, Pertamina memiliki kapitalisasi aset besar yang memberikan leverage di pasar internasional. Serta opsi keempat, Pertamina memiliki kebebasan dalam manajemen portofolio upstream; dan kelima perseroan bisa bertindak sebagai regulator, kontrol dan operator.

Di sisi lain, dia juga mendesak DPR untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU Migas. Mengingat pembahasan sudah tertunda lebih dari enam tahun, kata dia, tidak ada alasan bagi DPR untuk kembali menunda penyelesaian revisi UU 22 tahun 2001.

Semakin ditunda penyelesaian revisi UU Migas akan menimbulkan ketidakpastian tata kelola kelembagaan Migas yang dapat dimanfaatkan oleh Mafia Migas dalam pemburuan rente, ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah, juga meminta Pimpinan DPR untuk mendesak Komisi VII agar segera membahas Revisi UU Migas.