Ditjen Pajak Pakai Jurus Terakhir Giring Dana WNI Pulang ke RI



( 2017-01-03 06:35:38 )

Walaupun periode II sudah berakhir, argo repatriasi atau dana yang pulang ke Indonesia dari program pengampunan pajak (tax amnesty) tidak bergerak naik. Nilainya masih tercatat sebesar Rp 141 triliun dari total deklarasi harta yang mencapai level Rp 4.296 triliun. Sementara realisasi uang tebusan berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) sebesar Rp 103 triliun.

Waktu Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengejar target repatriasi dana dan penerimaan pajak dari uang tebusan tax amnesty hanya tinggal tiga bulan lagi. Target repatriasi yang pernah digadang pemerintah mencapai sebesar Rp 1.000 triliun dan uang tebusan Rp 165 triliun hingga 31 Maret 2017.

Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia (UI), Ruston Tambunan menuturkan, tawaran pemerintah memberikan tarif tebusan yang murah untuk repatriasi ternyata tidak cukup menarik dana di luar negeri masuk ke Indonesia.

Dalam Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, pemerintah memasang tarif tebusan repatriasi sebesar 2 persen pada periode I, periode II sebesar 3 persen, dan periode III sebesar 5 persen

"Kalau sosialisasi telah dilakukan secara maksimal tapi tarif tebusan murah tidak juga menarik dana dari luar masuk ke dalam negeri, maka ada jurus terakhir yang dapat dilakukan Ditjen Pajak," tutur Ruston, Jakarta, Selasa (3/1/2017).

Strategi terakhir tersebut, yaitu dengan melakukan pendekatan kepada Wajib Pajak (WP) yang data hartanya telah terlacak Ditjen Pajak. Harta-harta tersebut selama ini berada di luar negeri, termasuk juga yang sengaja disembunyikan.

"Kabarnya pemerintah sudah mempunyai data orang-orang yang punya harta di luar negeri, apakah dari Panama Papers atau sumber data lain. Jadi pendekatannya berupa imbauan, karena tax amnesty tidak wajib sifatnya, apalagi khusus dana dari luar negeri ada pilihan deklarasi atau repatriasi," terangnya.

Selain memaksimalkan upaya sosialisasi kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Ruston menganjurkan Ditjen Pajak mengimbau orang-orang dengan banyak harta di luar negeri untuk ikut tax amnesty berdasarkan data yang dimiliki pemerintah pada periode selanjutnya.

"Jika tax amnesty berakhir, dan orang-orang yang ditengarai punya banyak harta di luar negeri namun belum taat pajak, dan tidak memanfaatkan tax amnesty, maka Ditjen Pajak perlu melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang kaya ini," tutur Managing Partner dari Citasco itu.

Bersamaan dengan itu, Pengamat Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menuturkan, pengungkapan harta dari tax amnesty sebesar Rp 4.296 triliun mesti digunakan Ditjen Pajak untuk memetakan potensi, memeriksa kewajaran pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Tahunan, dan lainnya.

"Ini lebih penting sebagai modal reformasi perpajakan secara menyeluruh. Sebab paling esensial meningkatkan basis data dan kepatuhan jangka panjang," ujarnya.

Bawono menilai, menarik dana dari luar negeri untuk masuk ke dalam negeri atau repatriasi bukan merupakan hal yang mudah di saat ekonomi dunia dan pasar keuangan penuh dengan ketidakpastian saat ini.

"Repatriasi susah bukan hanya dialami Indonesia saja, namun juga negara lain. Karena soal repatriasi menyangkut daya saing aspek sistem fiskal dan moneter, bukan hanya sekedar ada atau tidaknya tax amnesty," tegasnya.