Pemerintah Pastikan Divestasi Tambang Asing sebesar 51 Persen



( 2017-01-13 10:38:31 )

Pemerintah memastikan kewajiban baru bagi perusahaan tambang asing berupa divestasi saham sebesar 51 persen kepada penanam modal dalam negeri. Kebijakan itu diberlakukan untuk semua jenis Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan sifat penambangan tertutup, terbuka, dan bawah tanah.

Dalam pasal 97 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 perubahan keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubaru menyebut divestasi dimulai setelah lima tahun IUP menjalankan kegiatan produksi.

Divestasi itu sendiri berlaku dalam lima tahap. Pertama, divestasi 20 persen pada tahun keenam. Kedua, dilanjutkan dengan tambahan divestasi sebesar 10 persen pada tahun berikutnya.

Ketiga, IUP dengan jenis Penanaman Modal Asing (PMA) wajib untuk melakukan tambahan divestasi sebesar tujuh persen masing-masing pada tahun ke-7, dan keempat, dilanjutkan pada tahun ke-8.

Kelima, perusahaan tambang harus melaksanakan penmbahanan divestasi lagi sebesar 7 persen pada tahun ke-10. Sehingga, total divestasi yang dilakukan perusahaan tambang asing menjadi 51 persen dari total IUP.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menuturkan, kewajiban ini merupakan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengharapkan IUP, IUP Khusus serta Kontrak Karya (KK) tunduk pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009.

"Presiden mengharapkan secara keseluruhan sektor tambang dikuasai oleh negara. Jika negara tidak sanggup, bisa dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), lalu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Jika tidak diambil, maka divestasi bakal ditawarkan ke perusahaan swasta nasional," tuturnya, Kamis (12/1).

Ia juga meyakini, ketentuan ini akan dipatuhi IUP dengan jenis PMA. Apalagi kalau perusahaan terkait masih ingin meneruskan operasinya di Indonesia. Ia juga menjamin, angka divestasi yang ditawarkan harus dalam harga wajar. Yang artinya, penawaran divestasi tidak termasuk valuasi cadangan tambang dan investasi yang akan digelontorkan perusahaan tambang di kemudian hari.

"Untuk apa memasukkan valuasi deposit tambang yang belum dieksploitasi, kan barang-barang tambang ini dikuasai oleh negara. Namun, kalau misalnya memang jadi replacement cost, kami akan kaji mekanismenya nanti seperti apa. Sebab, ketentuan nilai ini belum diatur," ujarnya.

Selain itu, peraturan terkait penawaran divestasi lewat skema penawaran umum (Initial Public Offering/IPO) belum diatur pemerintah. "Tapi kami ikuti PP dulu, dari pemerintah ke BUMN, kemudian ditawarkan ke BUMD. Kalau tidak jadi, ya ke perusahaan swasta nasional,” sambung Jonan.

Dengan begitu, ketentuan ini mengganti peraturan divestasi sebelumnya yang tertuang dalam PP Nomor 77 Tahun 2014. Dalam beleid tersebut berbunyi, kewajiban divestasi sebesar 51 persen hanya berlaku bagi IUP OP dan IUPK OP yang tidak melakukan sendiri kegiatan pemurnian yang dimulai pada tahun ke-lima produksi.

Bersamaan dengan itu, nilai divestasi ini berbeda untuk IUP OP dan IUPK OP yang melakukan fasilitas pemurnian sendiri dengan angka maksimal divestasi sebesar 40 persen pada tahun ke-15.

Di samping itu, besaran divestasi untuk IUP OP dan IUPK OP maksimal yang melakukan penambangan bawah tanah (underground mining) dipatok sebesar 30 persen pada tahun ke-15 setelah beroperasi.

Dan yang terakhir, nilai divestasi untuk IUP OP dan IUPK OP yang melakukan penambangan bawah tanah dan terbuka dipatok sebesar 30 persen pada tahun ke-10 usai beroperasi.