Kemunculan Peraturan Pemerintah 72/2016, Peran DPR Merasa Terabaikan



( 2017-01-19 08:39:18 )

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengungkapkan bahwa pihaknya akan meminta penjelasan kepada pemerintah mengenai penghapusan perannya untuk mengawasi BUMN.

Hal tersebut disampaikan oleh Agus Hermanto di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, terkait adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 yang dianggap telah mengabaikan peran DPR sebagai wakil rakyat untuk mengawasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Kita ingin minta penjelasan sehingga dengan keluarnya PP tersebut tidak boleh ada peraturan yang berbenturan,” kata Agus, Rabu (18/01/2017) kemarin.

Menurut dia, pertimbangan DPR diperlukan terkait BUMN sebagai aset negara dari pos kekayaan negara yang dipisahkan. Ia mencontohkan, untuk melaksanakan privatisasi atau dialihkan maka harus melewati pertimbangan DPR. “Sekali lagi ini sedang diurus. Kita tunggu hasilnya. Yang jelas PP ini ditengarai berbenturan dengan UU yang lain,” ucapnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh anggota Komisi VI DPR RI, Ario Bimo, yang akan meminta penjelaan dari pemerintah terkait hal itu. “Ya, besok kita akan rapat dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, kita mau minta penjelasan dulu tentang PP itu, sejauh mana ini tidak langgar hal-hal yang menyangkut UU. Baik UU perbendaharaan negara, UU BUMN, dan keuangan negara. Itu yang kita akan tanyakan dalam rapat kerja besok,” kata Ario.

Ario mengatakan DPR akan meminta penjelasan dulu sejauh mana cara pandang Pemerintah dalam mengeluarkan PP Nomor 72 Tahun 2016 dengan hal yang terkait UU keuangan negara. “Menyangkut pelepasan aset dengan persetujuan Presiden dan DPR dengan standar besarannya, itu yang akan kita tanya dulu, apa argumentasi keterkaitan PP 72 dengan UU yang ada. Di mana hal yang bersifat penyikapan pelepasan aset seperti apa, kita akan minta penjelasan baru, akan kita berikan respon di komisi VI besok baru undang Menteri BUMN cq dalam hal ini adalah Menkeu,” ucapnya.

Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas, dianggap memungkinkan pengalihan aset negara menjadi lebih mudah tanpa pengawasan DPR.

Dalam pasal 2A PP yang berlaku sejak 30 Desember 2016 tersebut, tertulis penyertaan modal negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau perseroan terbatas kepada BUMN atau perseroan terbatas lain dilakukan pemerintah pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan Belanja negara (APBN).