Konflik Sosial Memberi Dampak yang Besar pada Sektor Kelapa Sawit



( 2017-01-20 09:17:22 )

Sebuah laporan penelitian menemukan kalau konflik sosial pada sektor kelapa sawit memunculkan biaya yang besar dan dampak yang luas bagi banyak pihak.

Namun demikian, seringkali biaya ini diabaikan, padahal hal ini juga dapat merugikan komunitas dan pemerintah daerah.

“Kami ingin memberikan gambaran yang lebih jelas terkait dampak konflik sosial terhadap perusahaan kelapa sawit dengan cara menghitung seluruh biaya langsung dan tidak langsung, termasuk juga nilai kerugian aset yang berwujud maupun tak berwujud," tutur Aisyah Sileuw, Presiden Direktur Daemeter, salah seorang pelaksana penelitian di Jakarta, Jumat (20/1/2017).

Dia mengatakan, dari hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa biaya yang terakumulasi akibat konflik sosial yang terjadi sangat signifikan dan berpotensi menghambat produktivitas perusahaan.

Hasil kajian beberapa studi kasus dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa kerugian berwujud yang langsung dialami bisnis kelapa sawit akibat dari konflik sosial mampu mencapai angka sebesar US$ 2,5 juta, mewakili 51 persen hingga 88 persen dari biaya operasional perkebunan kelapa sawit, atau 102 persen hingga 177 persen dari biaya investasi per hektar per tahun.

Kerugian biaya terbesar disebabkan oleh hilangnya pendapatan operasional perkebunan dan waktu kerja para karyawan yang dialokasikan untuk menyelesaikan konflik sosial tersebut.

Penelitian ini juga menunjukkan kerugian biaya “tersembunyi” (intangible) yang mencapai angka US$ 9 juta yaitu berupa kerugian tidak langsung akibat risiko konflik yang berulang atau konflik yang semakin memburuk, kerugian akibat memburuknya reputasi bisnis dan risiko kekerasan terhadap harta benda dan manusia.

Terkait hal ini, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) menyambut baik tentang temuan penelitian ini sebagai panggilan bagi dunia usaha untuk bertindak.

"Mengingat tingginya kerugian yang diderita perusahaan yang terlibat dalam konflik lahan, hal ini sangatlah penting bagi perusahaan untuk meningkatkan pencegahan, penanganan serta penyelesaian konflik," tutur Wakil Ketua Umum Hubungan Internasional KADIN dan Presiden Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Shinta W Kamdani.

Aisyah Sileuw melanjutkan, penelitian ini secara jelas memperlihatkan bagaimana konflik sosial memberi dampak bagi perusahaan kelapa sawit dan diharapkan dapat membantu para eksekutif dan jajaran manajerial untuk membuat kebijakan dan keputusan operasional yang lebih baik untuk menghindari dan mengelola konflik yang terjadi.

Meskipun penelitian ini tidak memperlihatkan biaya akibat konflik bagi masyarakat maupun pemerintah akan tetapi diakui bahwa biaya kerugian tersebut sangatlah signifikan.

“Meskipun dengan ukuran sampel yang kecil dan lingkup yang sempit, temuan kami menerangkan bahwa konflik sosial memberi dampak secara signifikan, tidak dipahami dengan baik dan berpotensi menghambat produktivitas perusahaan, masyarakat dan pemerintah serta negara Indonesia secara keseluruhan,” tutur dia.

Penelitian “The Cost of Conflict in Palm Oil in Indonesia” dilaksanakan oleh Daemeter Consulting untuk Conflict Resolution Unit (CRU) IBCSD. Penelitian ini mempunyai konsentrasi untuk menghitung nilai finansial akibat konflik-konflik sosial yang dialami lima perkebunan kelapa sawit di Kalimantan dan Sumatera.

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa tema umum seputar konflik sosial pada sektor kelapa sawit. Di dalamnya juga mencakup terkurasnya sumber daya; tanah (dan mata pencaharian) adalah penyebab utama konflik sosial sektor kelapa sawit; sengketa cenderung tidak dimulai dengan kekerasan; konflik sering terulang; dan konflik yang cenderung terjadi pada fase produksi.

Beberapa rekomendasi penting penelitian ini antara lain, perusahaan-perusahaan kelapa sawit perlu untuk memperbaiki kebijakan dan prosedur manajerial terkait konflik; perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terkait penyebab, perkembangan, dan implikasi konflik sosial; serta perlunya dikembangkan praktik-praktik terbaik untuk pencegahan, penanganan dan penyelesaian konflik.