Harga Minyak Tetap Menguat Meski Persediaan AS Melimpah



( 2017-01-27 09:04:14 )

Harga minyak tetap mengalami kenaikan pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta), mengabaikan adanya penumpukan persediaan minyak di AS. Pedagang tetap fokus pada penurunan jumlah produksi negara-negara produsen minyak besar.

Dikutip dari laman Wall Street Journal, Jumat (27/1/2017), harga minyak mentah berjangka AS naik sebesar US$ 1,03 atau 1,95 persen dan menetap di angka US$ 53,78 per barel di New York Mercantile Exchange. Sedangkan harga minyak Brent, yang merupakan patokan global, naik US$ 1,16 atau 2,11 persen ke US$ 56,24 di ICE Futures Exchange London.

The U.S. Energy Information Administration merilis data pada Rabu kemarin yang menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS naik sebesar 2,8 juta barel pada pekan yang berakhir pada tanggal 20 Januari. Dengan adanya data kenaikan tersebut maka persediaan minyak di AS sudah meningkat dalam tiga pekan terakhir secara berturut-turut.

Dengan adanya kenaikan tersebut menjadi tantangan tersendiri yang mesti dihadapi oleh negara-negara yang tergabung sebagai eksportir minyak (OPEC) dalam target memotong pasokan dan membawa persediaan ke level yang normal.

Para analis memandang, harga minyak masih akan tetap menguat meskipun terjadi peningkatan pasokan di Amerika Serikat. "Belum ada alasan yang kuat bagi harga minyak untuk turun. Dalam keterangan data masih besar kesempatan untuk beli," papar senior vice president for energy futures RJ O’Brien & Associates, Ric Navy.

Selain itu terdapat indikasi kenaikan permintaan dari Asia karena ekonomi di kawasan tersebut mulai merambat naik. Asia juga merupakan salah satu wilayah yang menjadi konsumen utama minyak.

Para pelaku pasar pun tetap menilai bahwa OPEC dan beberapa anggota non-OPEC tetap memegang janji mereka melakukan pengurangan produksi untuk membantu mendorong harga minyak.

"Pengurangan produksi minyak telah menjadi kesepakatan internasional. Jika ada, mungkin hanya AS yang akan menahan harga minyak mentah," ujar director of supply and trading TAC Energy, Mark Anderle.

OPEC dan beberapa negara non-OPEC menyetujui untuk melakukan pengurangan produksi sebesar 2 persen yang dimulai sejak awal bulan ini hingga enam bulan ke depan. Kesepakatan pengurangan produksi tersebut terjadi pada akhir tahun lalu. Dalam realisasinya, beberapa indikasi telah terlihat bahwa kesepakatan tersebut berjalan sesuai dengan rencana sehingga membuat harga minyak meningkat secara perlahan.