Harga Komoditas Batu Bara Meningkat



( 2017-02-13 09:42:52 )

Setelah harga-harga komoditas dunia kembali menguat, pasar modal Indonesia juga terkena imbas positifnya. Saham-saham pada sektor tambang mulai kembali dilirik oleh para pelaku pasar.

Indeks sektor tambang pada penutupan perdagangan hari Jumat akhir pekan lalu, ditutup menguat sebesar 0,55% ke level 1.428. Angka tersebut naik sebesar 2,5% bila dibandingkan pada posisi awal tahun, yang berada di angka 1.392.

Pada tanggal 2 Februari 2016 untuk sektor tambang mencatatkan penguatan tertinggi di tahun ini, yaitu sebesar 1,81% menuju 1.456. Namun pada keesokan harinya kembali terperosok 1,25% ke angka 1.438.

Menurut Analis Senior Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, penguatan yang terjadi pada sektor tambang lebih didominasi oleh harga batu bara yang terus menunjukkan penguatan. Pada pekan lalu saja, harga batu bara di bursa Rotterdam sudah berada di angka US$ 82,8/metrik ton.

"Sehingga komoditas yang tadinya hanya stagnan dapat terus bergerak. Pasar pun masih merespons penguatan batu bara," tuturnya.

Banyak pihak yang meyakini penguatan pada sektor tambang akan berlangsung dalam jangka panjang. Namun para pelaku pesar diimbau untuk tidak terlalu nafsu terhadap saham-saham dalam sektor ini.

Perlu dilihat fundamental dari saham-saham di sektor tambang. Meski harga batu bara meningkat, namun kondisi keuangan perusahaan juga harus dilihat. Sebab, belakangan ini pasar modal Indonesia dihebohkan dengan bangkitnya saham-saham gocap milik Grup Bakrie yang rata-rata bergerak di bidang pertambangan.

Reza berpendapat menguatnya kembali saham-saham Bakrie yang dimotori oleh saham PT Bumi Resources Bk (BUMI) lebih dikarenakan adanya upaya dari perusahaan yang ingin melakukan restrukturisasi utang melalui rights issue.

"Jadi pasar pun tanpa melihat rasio keuangan atau fundamental perusahaan sendiri," ujarnya.

Pada RUPS BUMI beberapa hari yang lalu, sebesar 99,96% pemegang saham telah menyetujui atas rencana tersebut. Harga pelaksanaan rights issue dipatok pada level Rp 926, sehingga maksimal dana yang akan didapat lewat HMETD sebesar Rp 35,1 triliun.

Melalui rights issue tersebut, maka jumlah utang yang akan dikonversi melalui penerbitan saham baru atau rights issue sebesar US$ 2,01 miliar. Sementara untuk konversi melalui OWK senilai US$ 639 juta.