Harga Minyak Jatuh, Neraca Perdagangan RI Terganggu



( 2016-01-14 08:07:12 )

Jatuhnya harga minyak dunia akan menjadi ancaman bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan, harga minyak berkaitan dengan harga komoditas seperti sawit, emas, dab batu-bara. Lebih-lebih, Indonesia benar-benar bergantung pada komoditas tersebut.

Analis LBP Enterprises, Lucky Bayu Purnomo menuturkan, mutu ekspor komoditas Indonesia akan terus berkurang seiring dengan menurunnya harga minyak.

"Salah satu contohnya batu bara, nanti ketika ingin jualan ke luar negeri jadi tidak kompetitif, malah akan memperburuk pertambangan," kata dia, Kamis (14/1/2016).

Tidak hanya itu, melemahnya harga minyak juga berpengaruh dari sisi impor. Lucky menuturkan turunnya harga minyak juga bersamaan dengan barang impor. Alhasil, banyak negara penyedia barang akan menahan demi menunggu harga kembali membaik.

"Perusahaan itu, kita lihat berbasis teknologi, Telkom, Indosat, XL karena membeli barang kelengkapan infrastruktur," ujar dia.

Dia menuturkan, harga minyak posisi terendah akan berada di kisaran US$ 30 per barel pada tahun ini. Hal itu mengingat pasokan minyak sedang melimpah. "Terlalu banyak cadangan tapi nggak ada yang beli, OPEC banyak menyimpan 5 tahun terakhir," tambahnya.

Betul saja, menurunnya harga komoditas juga memicu penerimaan negara dari bea keluar pun terjatuh pada tahun lalu.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi menyampaikan, tidak akan lagi melakukan pungutan terhadap CPO pada tahun 2015. Dikarenakan, harganya di bawah batas pungutan US$ 750 per metrik ton.

Hal itu berdampak terhadap realisasi penerimaan bea keluar ‎2015 sebesar Rp 3,9 triliun dari tahun sebelumnya yang berjumlah Rp 11,3 triliun.

"CPO 2015 sama sekali tidak dipungut biaya, harga pada 2015 karena tak sampai US$ 750 per metrik ton. Dari CPO di perkirakan kita kehilangan Rp 8,1 triliun," ujarnya.

Dia menuturkan, pelemahan akan terus berlanjut sehingga tahun ini penerimaan bea keluar dari CPO nihil.

"Hal ini telah di perkirakan 2016 kemungkinan kita tidak dapat memungut bea keluar dari CPO. Penerimaan bea keluar masih bergantung pada minerba, khususnya cangkang dari kelapa sawit, kulit yang ada ekspornya," pungkasnya.