Indonesia 'Soft Power' untuk Perselisihan Laut Cina Selatan



( 2016-02-26 07:55:24 )

Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menjelaskan perlunya mengedepankan kebijaksanaan pertahanan sebagai bentuk soft power menyikapi perselisihan Laut Cina Selatan. Akan tetapi, selain penguatan TNI di daerah-daerah perbatasan harus menjadi prioritas. “Perlu adanya diplomasi pertahanan. Jadi, kita menggunakan ‘soft power’. Bilamana mereka hadir kita hard,” pungkas Ryamizard di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 25 Februari 2016.

Hal tersebut disampaikan Menhan merespons situasi perselisihan di Laut Cina Selatan yang kenaikannya meningkat, setelah Tiongkok tetap menempatkan armada dan alat utama sistem senjatanya di wilayah tersebut. Padahal, daerah Laut Cina Selatan selama ini merupakan perselisihan antara Tiongkok dengan sejumlah negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Tiongkok tidak ingin jika perselisihan wilayah ini diselesaikan dengan bentuk yang diajukan ASEAN. Sementara itu, Indonesia juga berpotensi berkaitan dengan Beijing, mengenai Pulau Natuna yang letaknya relatif dekat dengan wilayah tersebut. Menhan melanjutkan, pemerintah Indonesia harus bijak dalam menyikapi Tiongkok dan sejumlah negara yang sedang bersitegang dalam perselisihan wilayah itu. “Jadi, kalau tetangga kita baik-baik semua, mereka akan melindungi kira. Jika banyak yang baik dengan kita, engga akan ada yang macam-macam dengan kita. Mereka pasti pikir-pikir,” ucapnya lagi.

Lebih jauh, beliau menerangkan, Kementrian Pertahanan akan mendorong TNI AL mempunyai pelabuhan yang kuat di perbatasan. Pun Patroli kapal-kapal tempur harus ditingkatkan mulai dari Marinir, Batalion, dan tambahan radar, serta drone. “Oleh sebab itu, tahun lalu kan saya ke Natuna, hanya ada satu Flight. Selanjutnya, sekarang sedang ada perbaikan landasan dan hanggarnya untuk menambah flight,” ucap Ryamizard.